
Kota Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), bukan hanya dikenal sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, tetapi juga sebagai pusat budaya yang merefleksikan keberagaman etnis, sejarah panjang, dan kekayaan tradisi lokal. Sebagai kota di Pulau Lombok, Mataram menjadi tempat pertemuan berbagai suku seperti Sasak, Bali, Jawa, dan Arab yang membentuk identitas budaya unik dan dinamis.
Warisan Budaya Suku Sasak
Suku Sasak merupakan penduduk asli Pulau Lombok dan menjadi kelompok etnis terbesar yang tinggal di wilayah Mataram. Budaya Sasak tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mulai dari bahasa, adat pernikahan, hingga arsitektur tradisional. Salah satu adat yang paling terkenal adalah tradisi merariq, yaitu prosesi pernikahan khas Sasak yang dimulai dengan “penculikan” simbolis mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki. Tradisi ini sarat makna sosial dan kekerabatan, meskipun kini lebih banyak dilakukan sebagai ritual budaya daripada praktik literal.
Selain itu, rumah adat Sasak seperti Bale Tani dan Bale Lumbung menampilkan arsitektur khas yang menggunakan material alami seperti bambu, kayu, dan alang-alang. Bentuk bangunan ini dirancang sesuai kondisi alam Lombok dan mencerminkan filosofi hidup masyarakat yang sederhana serta harmonis dengan lingkungan.
Seni dan Musik Tradisional
Mataram juga menjadi tempat berkembangnya berbagai kesenian tradisional. Salah satunya adalah Gendang Beleq, kesenian musik tradisional Sasak yang menggunakan gendang berukuran besar. Irama gendang ini kerap dimainkan dalam upacara adat, prosesi pernikahan, maupun penyambutan tamu kehormatan.
Selain Gendang Beleq, ada juga Peresean, seni bela diri tradisional di mana dua petarung laki-laki saling beradu rotan sambil mempertahankan perisai kulit. Peresean bukan hanya menunjukkan keberanian dan ketangkasan, tetapi juga sarat nilai sportivitas, karena setelah bertarung, kedua petarung saling berpelukan sebagai tanda persaudaraan.
Kesenian tari juga menjadi bagian penting budaya Mataram. Tari Gandrung, Tari Gendang Beleq, dan Tari Perang Topat kerap dipentaskan pada acara-acara budaya. Tari-tarian ini biasanya menggambarkan kehidupan masyarakat Sasak, hubungan dengan alam, atau ekspresi rasa syukur.
Tradisi Keagamaan dan Toleransi
Mataram dikenal sebagai kota yang sarat nilai religius. Mayoritas penduduknya beragama Islam, namun keberadaan komunitas Hindu, Kristen, dan Budha juga terlihat jelas. Harmoni antarumat beragama tampak dari masjid, pura, gereja, dan vihara yang berdiri bersebelahan.
Tradisi keagamaan khas Lombok seperti Lebaran Topat menjadi perayaan unik yang hanya ada di daerah ini. Lebaran Topat dirayakan seminggu setelah Idulfitri sebagai ungkapan syukur masyarakat Sasak yang telah menunaikan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Acara ini tidak hanya menjadi perayaan religius, tetapi juga simbol harmoni antara umat Islam dan Hindu di Lombok.
Peninggalan Sejarah dan Situs Budaya
Di Mataram dan sekitarnya, banyak peninggalan sejarah yang memperlihatkan perjalanan budaya masyarakat. Taman Mayura yang terletak di Cakranegara merupakan warisan bersejarah dari Kerajaan Karangasem Bali pada abad ke-18. Taman ini dulunya digunakan untuk rapat kerajaan sekaligus tempat pertemuan antar pemimpin adat.
Selain itu, terdapat Museum Negeri NTB yang menyimpan koleksi kain tenun, keris, alat musik tradisional, dan artefak bersejarah yang menjadi saksi perkembangan budaya di Lombok. Kain tenun songket Sasak, yang sering ditenun secara manual oleh perempuan di desa-desa sekitar Mataram, juga menjadi salah satu kekayaan budaya yang terus dilestarikan. Setiap motif songket memiliki makna filosofis yang mendalam, seperti simbol kemakmuran, kesuburan, atau doa bagi keselamatan keluarga.
Kuliner Tradisional Sebagai Identitas Budaya
Budaya Mataram juga tercermin dalam kuliner lokalnya. Hidangan seperti Ayam Taliwang, Plecing Kangkung, dan Sate Rembiga bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari tradisi keluarga dan upacara adat. Hidangan Ayam Taliwang dikenal dengan rasa pedas yang mencolok, mencerminkan watak masyarakat Sasak yang tegas dan pemberani.
Di pasar tradisional, kue-kue lokal seperti jaje tujak, dodol rumput laut, dan ketan serundeng masih banyak dijual, terutama saat perayaan hari besar atau acara adat. Kuliner ini menjadi media pewarisan budaya, karena resep dan cara memasaknya diajarkan turun-temurun.
Perkembangan Budaya Modern
Meski kental dengan budaya tradisional, Mataram juga tidak lepas dari pengaruh modernisasi. Generasi muda mulai menggabungkan kesenian tradisional dengan sentuhan kontemporer, misalnya melalui musik modern yang dipadukan dengan alat musik tradisional atau tari kreasi baru yang mengambil inspirasi dari tarian adat Sasak. Festival budaya dan lomba seni sering diadakan oleh pemerintah kota dan komunitas lokal untuk menjaga agar budaya daerah tetap relevan bagi generasi muda.
Selain itu, pariwisata berperan besar dalam pelestarian budaya Mataram. Banyak desa adat di sekitar kota, seperti Desa Sade dan Desa Sukarara, menjadi destinasi wisata budaya di mana wisatawan bisa melihat langsung proses menenun songket, mengenal rumah adat Sasak, atau menyaksikan pertunjukan Gendang Beleq. Kegiatan ini mendorong masyarakat lokal untuk tetap melestarikan tradisi sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi.
Nilai-Nilai Filosofis dalam Budaya Mataram
Budaya di Mataram tidak hanya tampak pada kesenian atau adat istiadat, tetapi juga dalam nilai-nilai kehidupan masyarakat. Gotong royong, rasa hormat kepada orang tua, dan kepedulian terhadap lingkungan merupakan bagian dari kearifan lokal yang masih dijaga. Masyarakat Sasak memiliki ungkapan “Begawe becik lek jari, begawe ala lek kance” yang berarti “pekerjaan baik dilakukan bersama, pekerjaan buruk akan terasa berat jika dilakukan sendirian,” mencerminkan pentingnya kerja sama dalam kehidupan sosial.
Selain itu, filosofi hidup masyarakat Sasak sering digambarkan dalam simbol-simbol arsitektur dan motif songket, yang mengajarkan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Penutup
Budaya di Mataram adalah hasil perpaduan tradisi suku HONDA138 Sasak sebagai penduduk asli dengan pengaruh Hindu Bali, Islam, dan budaya Nusantara lainnya. Keunikan ini menjadikan Mataram bukan hanya kota administratif, tetapi juga pusat kebudayaan yang kaya makna. Dari tradisi merariq hingga Lebaran Topat, dari Gendang Beleq hingga kain songket, setiap aspek budaya di kota ini mencerminkan kehidupan masyarakat yang dinamis, religius, dan penuh toleransi.
Melalui pelestarian seni, adat istiadat, dan situs sejarah, Mataram terus menjaga warisan budaya sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman. Kota ini menjadi contoh harmonisasi antara tradisi dan modernitas, sekaligus destinasi menarik bagi siapa saja yang ingin mengenal lebih dekat budaya Lombok dan Nusa Tenggara Barat.