
Pendahuluan
Kutai, sebuah wilayah di Kalimantan Timur, merupakan salah satu daerah yang memiliki sejarah panjang dalam perjalanan bangsa Indonesia. Nama Kutai identik dengan Kerajaan Kutai Martadipura, kerajaan Hindu tertua di Nusantara yang berdiri pada abad ke-4 M, serta Kerajaan Kutai Kartanegara yang kemudian berkuasa di wilayah tersebut dengan corak budaya Melayu-Islam.
Kedua kerajaan ini meninggalkan jejak budaya yang sangat berharga, mulai dari prasasti, seni, adat istiadat, hingga nilai-nilai sosial yang masih terjaga hingga kini. Posisi Kutai yang berada di persimpangan rute perdagangan membuatnya menyerap pengaruh budaya luar, seperti India, Arab, dan Melayu. Artikel ini akan mengulas budaya Kutai dari sisi sejarah, tradisi, seni, hingga tantangan pelestariannya.
Jejak Sejarah dan Peninggalan Budaya
Sejarah Kutai tidak bisa dilepaskan dari berdirinya Kerajaan Kutai Martadipura di hulu Sungai Mahakam. Bukti peninggalan yang paling terkenal adalah prasasti Yupa, tiang batu bertuliskan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini mencatat keberadaan Raja Mulawarman, yang dikenal sebagai penguasa bijak dan dermawan.
Setelah Kutai Martadipura runtuh, muncul HONDA138 Kerajaan Kutai Kartanegara di daerah pesisir. Kerajaan ini kemudian berkembang menjadi kerajaan bercorak Islam setelah abad ke-16. Dari masa ini lahir beragam tradisi dan seni yang masih bertahan hingga sekarang, seperti upacara adat, kesenian daerah, hingga peninggalan arsitektur keraton.
Adat Istiadat Kutai
Adat istiadat di Kutai erat kaitannya dengan pengaruh kerajaan dan nilai-nilai Islam. Beberapa tradisi yang masih hidup di masyarakat antara lain:
- Erau
Erau adalah festival adat terbesar dan paling terkenal di Kutai Kartanegara. Kata “erau” berarti “ramai” atau “riuh.” Festival ini biasanya diselenggarakan di Tenggarong dan berlangsung selama beberapa hari. Dalam Erau, terdapat berbagai kegiatan adat seperti tari-tarian tradisional, lomba rakyat, serta prosesi sakral. - Upacara Tepung Tawar
Tradisi ini merupakan bentuk doa restu dan keselamatan, biasanya dilakukan dalam acara pernikahan atau penyambutan tamu agung. Tepung tawar juga mencerminkan perpaduan budaya Melayu-Islam yang kental di Kutai. - Kenduri Adat
Kenduri atau jamuan makan bersama menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Kutai. Selain sebagai bentuk syukur, kenduri juga memperkuat ikatan sosial dan semangat gotong royong.
Seni dan Kesenian Tradisional
Beberapa kesenian khasnya adalah:
- Tari Gantar
Gerakan tari menggunakan tongkat dan wadah berisi butir padi, melambangkan kegiatan menanam padi sebagai simbol kesuburan dan kesejahteraan. - Tari Hudoq
Tarian ini menggunakan topeng kayu berwajah menyeramkan, melambangkan roh leluhur yang diyakini mampu mengusir hama dan penyakit. Biasanya ditampilkan setelah musim panen. - Tari Jepen
Tarian khas Kutai Kartanegara yang mendapat pengaruh dari budaya Melayu dan Islam. Gerakannya lincah dan anggun, sering ditampilkan dalam acara adat, penyambutan tamu, hingga festival Erau. - Musik Tingkilan
Musik tradisional yang dimainkan dengan alat petik gambus dan ketipung. Lagu-lagu tingkilan biasanya bertema nasihat, percintaan, hingga cerita rakyat. Irama musiknya ceria, sehingga sering mengiringi tari jepen.
Festival dan Perayaan Budaya
Di samping Erau, terdapat beberapa festival budaya lain yang digelar oleh masyarakat Kutai, misalnya:
- Festival Budaya Mahakam
Ajang ini memperlihatkan seni tari, musik, hingga olahraga tradisional di tepian Sungai Mahakam. Festival ini juga menjadi daya tarik wisata yang memperkenalkan budaya Kutai ke tingkat nasional dan internasional. - Pesta Laut
Tradisi nelayan Kutai di daerah pesisir untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil laut. Biasanya diwarnai dengan doa bersama, hiburan rakyat, dan pelepasan sesaji ke laut. - Festival Belimbur
Bagian dari Erau yang paling ditunggu masyarakat, yakni tradisi saling menyiram air di jalanan. Festival ini menjadi simbol pembersihan diri dan mempererat silaturahmi.
Kuliner Tradisional Kutai
Budaya tidak bisa dipisahkan dari kuliner khasnya. Makanan tradisional yang menjadi ciri khas Kutai antara lain:
- Nasi Bekepor
Hidangan nasi khas Kutai yang dimasak bersama minyak sayur dan rempah, lalu disajikan dengan ikan asin dan sambal raja. Nasi ini biasanya dihidangkan dalam acara adat atau kenduri. - Gence Ruan
Masakan khas Kutai ini berupa ikan gabus bakar yang dilengkapi sambal dengan cita rasa pedas, asam, dan gurih, menjadi favorit masyarakat dan wisatawan. - Sambal Raja
Sambal khas Kutai yang terbuat dari cabai, bawang, dan tomat, lalu dicampur dengan aneka sayuran rebus dan lauk. Rasanya pedas segar, cocok disantap bersama nasi bekepor. - Rendang Daging Rusa
Makanan tradisional yang dulunya hanya disajikan pada acara kerajaan atau perayaan besar. Kini, hidangan ini masih bisa ditemui pada acara adat.
Kehidupan Sosial dan Nilai Toleransi
Masyarakat Kutai terdiri dari berbagai etnis, seperti Kutai, Dayak, Bugis, Banjar, Jawa, hingga Tionghoa. Meski berbeda latar belakang, mereka hidup berdampingan dengan damai. Hal ini terlihat dari keberadaan masjid, gereja, dan pura yang saling berdampingan di beberapa wilayah.
Nilai gotong royong juga masih kental terasa. Misalnya, saat ada warga yang mengadakan hajatan, masyarakat sekitar ikut membantu mempersiapkan segala kebutuhan acara. Toleransi dan kebersamaan inilah yang menjadi kekuatan budaya Kutai.
Tantangan dan Upaya Pelestarian
Seiring modernisasi, budaya Kutai menghadapi tantangan besar. Generasi muda lebih tertarik pada budaya populer daripada tradisi lokal. Untuk itu, berbagai upaya pelestarian dilakukan, seperti:
- FestivaI tahunan Erau menjadi wadah edukasi budaya sekaIigus peIestarian tradisi Kutai.
- Mengajarkan tari jepen, musik tingkilan, dan seni Dayak di sekolah-sekolah.
- Melibatkan generasi muda dalam komunitas seni dan adat.
- Menjadikan budaya sebagai bagian dari sektor pariwisata, sehingga memiIiki niIai ekonomi.
Penutup
Budaya di Kutai adalah warisan panjang dari masa kerajaan hingga kehidupan masyarakat modern saat ini. Dari prasasti Yupa yang mencatat sejarah raja-raja Hindu, festival Erau yang meriah, tari jepen yang anggun, hingga kuliner nasi bekepor yang menggugah selera, semuanya menjadi bagian dari identitas Kutai.
Pelestarian budaya Kutai harus menjadi tanggung jawab bersama, terutama di tengah pengaruh globalisasi yang semakin kuat. Dengan terus diwariskan kepada generasi muda, budaya ini tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tetapi juga fondasi kuat untuk masa depan yang berakar pada kearifan lokal.