Budaya Kota Pasuruan: Warisan Sejarah dan Harmoni Multikultural

Pasuruan, sebuah kota di pesisir utara Jawa Timur, memiliki kekayaan budaya yang berlapis dan menjadi bagian penting dari identitas masyarakatnya. Letaknya yang strategis di jalur perdagangan antara Surabaya dan Probolinggo membuat kota ini tumbuh sebagai pusat ekonomi, sosial, dan budaya sejak berabad-abad lalu. Perpaduan antara tradisi Jawa, Madura, Arab, dan Tionghoa memberikan warna tersendiri pada kehidupan masyarakat Pasuruan. Budaya yang ada di kota ini tidak hanya hadir dalam bentuk kesenian, tetapi juga tercermin dalam adat istiadat, kuliner, hingga pola hidup sehari-hari warganya.

Sejarah dan Identitas Budaya Pasuruan

Secara historis, Pasuruan sudah dikenal sejak masa kerajaan Hindu-Buddha. Bukti peninggalan arkeologis berupa candi dan prasasti menunjukkan bahwa daerah ini pernah menjadi bagian dari peradaban Majapahit. Setelah Islam berkembang pesat, Pasuruan juga menjadi salah satu pusat penyebaran agama melalui peran para ulama dan saudagar Arab yang berdagang di pesisir. Tidak heran jika identitas budaya kota ini merupakan campuran antara warisan Jawa klasik, nuansa islami, serta pengaruh perdagangan internasional.

Identitas multikultural tersebut membentuk karakter masyarakat Pasuruan yang terbuka, ramah, sekaligus religius. Berbagai komunitas dengan latar etnis yang berbeda hidup berdampingan dengan harmonis, menjaga tradisi masing-masing namun tetap terikat dalam ikatan sosial yang kuat.

Tradisi dan Upacara Adat

Salah satu tradisi budaya khas Pasuruan adalah Ruwahan atau Nyadran, sebuah ritual doa bersama menjelang bulan Ramadan. Dalam pelaksanaan Nyadran, warga biasanya berkunjung ke makam keluarga, merapikan dan membersihkan pusara, lalu mengadakan doa serta syukuran bersama. 

Selain Nyadran, ada pula Tradisi Larung Sesaji di kawasan pantai. Ritual ini dilakukan oleh nelayan dengan melarung sesaji ke laut sebagai bentuk syukur atas rezeki yang diberikan serta doa agar dijauhkan dari marabahaya. Tradisi ini memperlihatkan kearifan lokal masyarakat pesisir dalam menjaga hubungan harmonis dengan alam.

Di beberapa desa, masyarakat juga masih melestarikan Sedekah Bumi, yakni upacara syukuran atas hasil panen. Acara ini biasanya diiringi dengan kesenian tradisional, doa bersama, serta pembagian makanan kepada seluruh warga. Nilai gotong royong sangat kental dalam tradisi ini karena seluruh masyarakat ikut serta dalam mempersiapkan dan merayakannya.

Kesenian Tradisional

Kota Pasuruan memiliki beragam kesenian yang unik dan sarat makna. Tari Remo termasuk kesenian tradisional khas Jawa Timur yang umumnya dipentaskan dalam kegiatan budaya serta dijadikan bagian dari prosesi penyambutan tamu penting. Gerakannya tegas, lincah, dan enerjik, melambangkan semangat perjuangan sekaligus keramahan masyarakat setempat.

Selain tari, kesenian musik juga berkembang dengan baik, salah satunya adalah Kesenian Patrol. Musik patrol menggunakan alat sederhana seperti kentongan bambu, rebana, dan gamelan kecil. Awalnya musik patrol hanya menandai waktu sahur di bulan Ramadan, tetapi kini pertunjukannya juga menjadi bagian dari perayaan budaya dan hiburan rakyat.

Kota Pasuruan juga memiliki warisan seni teater rakyat, yaitu Ludruk. Pertunjukan ludruk biasanya menceritakan kehidupan sehari-hari masyarakat dengan sentuhan humor, sindiran sosial, dan pesan moral. Ludruk menjadi sarana hiburan sekaligus media pendidikan budaya bagi warga.

Jejak Budaya Tionghoa dan Arab

Salah satu buktinya adalah keberadaan Kelenteng Tjo Tik Kiong yang berdiri megah di pusat kota. Kelenteng ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan budaya Tionghoa, terutama saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Pada momen itu, suasana kota menjadi meriah dengan arak-arakan barongsai, lampion, serta atraksi budaya lainnya.

Selain Tionghoa, pengaruh budaya Arab juga sangat terasa. Hal ini terlihat dari arsitektur masjid tua, tradisi haul ulama, hingga kebiasaan masyarakat dalam merayakan Maulid Nabi dengan syair-syair berbahasa Arab. Keberagaman tersebut menunjukkan betapa Pasuruan telah menjadi tempat persinggahan dan asimilasi budaya sejak lama.

Kuliner sebagai Bagian dari Budaya

Budaya HONDA138 Pasuruan tidak bisa dilepaskan dari kekayaan kulinernya. Rawon nguling menjadi kuliner andalan Pasuruan, berupa sup daging dengan kuah hitam kental yang dibumbui kluwek sehingga menghasilkan cita rasa unik. Hidangan ini sudah melegenda dan menjadi daya tarik wisata kuliner bagi pendatang.

Selain rawon, ada pula sate komoh, yaitu sate daging sapi yang dibumbui rempah dengan cita rasa pedas gurih. Kuliner ini sering disajikan dalam acara adat dan hajatan. Kemudian, ada kue klepon dan cenil yang menjadi jajanan pasar tradisional dan masih bertahan hingga kini.

Arsitektur dan Warisan Sejarah

Kota Pasuruan juga menyimpan jejak sejarah dalam bentuk arsitektur. Bangunan peninggalan kolonial Belanda masih banyak ditemukan, seperti rumah-rumah besar dengan gaya Indis, gedung pemerintahan, hingga pelabuhan tua. Sementara itu, masjid-masjid kuno memperlihatkan perpaduan arsitektur Jawa, Arab, dan Eropa.

Keberadaan bangunan-bangunan ini tidak hanya memiliki nilai sejarah, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya kota. Melalui pelestarian arsitektur, generasi sekarang bisa melihat dan merasakan langsung bagaimana Pasuruan berkembang dari masa ke masa.

Tantangan dalam Pelestarian Budaya

Di tengah perkembangan zaman, budaya Kota Pasuruan menghadapi berbagai tantangan. Arus modernisasi dan globalisasi membuat generasi muda lebih akrab dengan budaya populer ketimbang tradisi lokal. Banyak kesenian tradisional yang mulai ditinggalkan karena dianggap kuno atau tidak relevan dengan kehidupan saat ini.

Namun, harapan tetap ada. Pemerintah daerah bersama komunitas budaya terus berusaha menghidupkan kembali tradisi melalui festival budaya, lomba kesenian, hingga pelatihan tari dan musik untuk generasi muda. Dengan cara ini, budaya Pasuruan tetap bisa eksis di tengah perkembangan zaman.

Budaya sebagai Identitas dan Daya Tarik Wisata

Selain menjadi identitas, budaya Pasuruan juga berpotensi besar sebagai daya tarik wisata. Festival budaya, kuliner khas, hingga wisata religi bisa menjadi magnet bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan mengemas budaya lokal ke dalam atraksi wisata yang menarik, Pasuruan bisa memperkuat citra sebagai kota bersejarah sekaligus modern.

Penutup

Dari ritual adat, kesenian, kuliner, hingga arsitektur, semuanya menggambarkan identitas masyarakat yang religius, ramah, dan terbuka terhadap pengaruh luar. Tantangan modernisasi memang nyata, tetapi dengan kesadaran bersama, budaya ini tetap bisa dijaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Melestarikan budaya bukan hanya soal menjaga masa lalu, melainkan juga tentang membangun masa depan yang berakar pada identitas lokal. Pasuruan, dengan segala kekayaan budayanya, adalah bukti nyata bahwa keberagaman dapat hidup berdampingan dan melahirkan harmoni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *